Dengan
memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul:
“ SISTEM MONETER ”
Penulis
menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan
Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan karya tulis
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya tulis ini masih dari jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga
dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan
dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan
karya tulis ini.
Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Batam, ………………
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pada saat kita berbicara tentang moneter maka masalah utama
yang sering kita bicarakan adalah berkaitan dengan uang. Setiap negara
mempunyai mata uang sendiri dan mata uang itu menunjukkan nilai barangnya.
Begitu juga dengan sistem moneter internasional ini mengacu pada
institusi-institusi dimana pembayaran atas transaksi lintas negara
dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaiman kurs tukar asing ditentukan dan
bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar.
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang
berlaku untuk semua negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas
transaksi lintas negara. Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan
baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi, serta
mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter
internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar.
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20,
sistem moneter internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari
sistem ke sistem yang lain diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Sampai
saat ini pun sistem moneter internasional masih menjadi perhatian semua negara
dan masih ingin merubah sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal. Untuk itu
penulis akan membahas terkait dengan “Sistem Moneter Internasional”.
1. Apa yang dimaksud dengan
sistem moneter ?
2. Bagaimana bentuk
pengendalian moneter ?
3. Bagaimana bentuk
kerangka kebijakan moneter di Indonesia ?
4. Bagaimana persaingan
global dan krisis moneter ?
5. Apa pengertian kebijakan
moneter ?
6. Apa fungsi dari
kebijakan moneter ?
7. Apa tujuan dari
kebijakan moneter ?
8. Bagaimana Pemulihan
Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter di Indonesia ?
1.3 Manfaat Penulis
Manfaat penulisan dalam penulisan makaalah ini adalah :
1.3 Manfaat Penulis
Manfaat penulisan dalam penulisan makaalah ini adalah :
a.
Untuk mengetahui pengertian sistem moneter.
b.
Untuk mengetahui bentuk pengendalian moneter.
c.
Untuk mengetahui bentuk kerangka kebijakan moneter di Indonesia.
d.
Untuk mengetahui persaingan global dan krisis moneter.
e.
Untuk mengetahui pengertian kebijakan moneter.
f.
Untuk mengetahui fungsi kebijakan moneter.
g.
Untuk mengetahui tujuan kebijakan moneter.
h.
Untuk mengetahui pemulihan ekonomi melalui kebijakan moneter di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
Rentang masa pada tahun 1945 – 1949,
dimana Indonesia baru saja memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan
Belanda merupakan masa teramat buruknya kondisi perekonomian yang dialami.
Meskipun Belanda saat itu telah mengakui secara de jure kedaulatan Republik
Indonesia, tetapi usaha-usaha mengontrol dan mengintervensi ekonomi Indonesia
masih menjadi tujuan strategis mereka ketika berada di wilayah kedaulatan. Ini
terbukti dari langkah-langkah mereka dalam menguasai sebagian wilayah Indonesia
dan Indonesia beberapa kali mengalami pergantian penguasa dan pusat Negara
(Ibukota) yang disebabkan penculikan yang dilakukan kepada penguasa saat itu
(Soekarno).
Selama masa itu (1945 – 1949)
perkembangan perekonomian Indonesia amat sangat menyedihkan. Seluruh indikator
makro ekonomi dengan tiada kecualinya dengan jelas bahwa kondisi jatuhnya
ekonomi teramat dalam. Penurunan produksi yang penyebab utamanya adalah
hancurnya faktor-faktor produksi akibat perang. Deficit neraca perdagangan
terjadi beberapa tahun, deficit anggaran belanja Republik Indonesia dan
Pemerintahan Hindia Belanda (pemeintahan buatan Belanda yang dibentuk di Indonesia)
juga terjadi karena sebagian besar dipergunakan untuk bidang militer yang
masing-masing kepentingannya untuk berperang diantara keduanya.
Sehingga saat itu penambahan volume
peradaran uang yang berlebihan akibat pencetakan yang dilakukan oleh pemerintah
menyebabkan excess demand (permintaan berelebih) dari jumlah penawaran yang
tetap dan terjadi inflasi yang sangat tinggi.
Data saat itu menunjukkan bahwa volume peredaran uang telah mencapai Rp. 6 miliar untuk wilayah yang dikuasai Indonesia, sedangkan pada wilayah penguasaan Belanda jumlahnya mencapai Rp. 3,7 miliar (tahun 1949).
Data saat itu menunjukkan bahwa volume peredaran uang telah mencapai Rp. 6 miliar untuk wilayah yang dikuasai Indonesia, sedangkan pada wilayah penguasaan Belanda jumlahnya mencapai Rp. 3,7 miliar (tahun 1949).
Pada tahun yang sama terdapat
berbagai jenis mata uang yang beradar dalam masyarakat yang berbeda-beda nilai
tukarnya mengakibatkan situasi moneter menjadi teramat kacau (chaos) dan
membigungkan. Kebijakan-kebijakan keuangan Negara di daerah tidak banyak
perbedaan dengan kebijakan daerah pendudukan Belanda. Anggaran belanja kedua
pemerintahan terus-menerus deficit hanya untuk memenuhi kebutuhan perang dengan
tanpa memperbaiki kondisi perekonomian yang saat itu inflasi terlampau tinggi.
Kendati demikian, pada tahun itu, Amerika Serikat dalam rangka melaksanakan
program ‘Marshal Plan’ telah bersedia menyediakan dana bagi negara-negara eropa
untuk membantu memulihkan perkonomiannya. Nah, karena Indonesia merupakan
‘dependent territory’ dari Belanda (Nederland), maka berhak menerima baik
langsung atau pada kondisi tertentu. Yang menjadi syarat pemberian bantuan
tersebut adalah bahwa nilai lawan dalam mata uang Indonesia (pendudukan Belanda)
harus disetor ke dalam sebuah rekening ‘E.C.A. Counterpart Fund’, yang mulai
diberlakukan untuk tujuan selektif. Akibat hal itu, lalu lintas pembayaran
antara Indonesia dengan luar negeri berlangsung di bawah suatu ‘rezim devisa’,
yang telah diberlakukan pada pertengahan 1940.
Pangkal pokoknya dari ‘rezim devisa’
tersebut adalah bahwa devisa dan emas pada prinsipnya hanya diperkenankan
dimiliki oleh negara. Dampak selanjutnya adalah valuta asing yang telah
diperoleh dari hasil ekspor harus diserahkan kepada dana devisa.
Ekonomi moneter daerah kekuasaan Indonesia dengan secara langsung mengalami keadaan yang pasif, dimana hanya mampu memberikan akomodasi kepada keperluan-keperluan polotik dan militer serta mengusahakan jaminal yang sangat minimal untuk kehidupan rakyat.
Ekonomi moneter daerah kekuasaan Indonesia dengan secara langsung mengalami keadaan yang pasif, dimana hanya mampu memberikan akomodasi kepada keperluan-keperluan polotik dan militer serta mengusahakan jaminal yang sangat minimal untuk kehidupan rakyat.
2.2 Studi Kasus
Kemanakah Semua Uang Tunai Itu?
Satu teka-teki
yang membingungkan mengenai persediaan uang dalam sistem perekonomian AS adalah
tentang jumlah uang. Pada 2001, ada sekitar $580 miliar uang yang beredar.
Untuk menempatkan angka ini ke dalam perspektif, kita dapat membaginya dengan
212 juta, jumlah orang dewasa (berusia 16 tahun ke atas) di Amerika Serikat.
Perhitungan ini menyimpulkan bahwa rata-rata orang dewasa di AS memegang uang
$2.734.
kebanyakan orang
terkejut mengetahui bahwa perekonomian AS memiliki banyak uang yang beredar
karena mereka memegang lebih sedikit uang dalam dompet mereka. Siapa yang
memegang semua uang tersebut? Tidak ada yang mengetahui dengan pasti, namun ada
dua penjelasan yang masuk akal.
Penjelasan
peratama adalah bahwa kebanyakan uang di luar negeri. Di negara-negara asing tanpa
sistem moneter yang stabil, orang-orang lebih memilih untuk menggunakan dolar
AS untuk saet donestik. Kenyataan, tidak aneh untuk melihat dolar AS digunakan di luarnegeri
sebagai alat tukar, satuan hitung, dan menyimpan nilai.
Penjelasaan
kedua adalah bahwa banyak uang yang di pegang oleh bandar narkoba, penggelap
pajak, dan perilaku kriminal lainnya. Bagi kebanyakan orang yang ada dalam
perekonomian AS, uang bukanlah cara yang bagus untuk memperoleh kesejahteraan.
Bukan saja karena uang dapat hilang atau di curi, tetapi uang juga tidak
mendatangkan bunga, sedangkan tabungan di bank dapat berbunga. Oleh karena itu,
kebanyakan orang memegang uang dalam jumlah yang sedikit. Sebaliknya, pas
kriminal mungkin menghindari untuk menyimpan kekayaan mereka di bank karena
tabungan di bank karena tabungan memungkinkan polisi untuk melacak transaksi
ilegal mereka. Bagi para kriminal, uang mungkin menjadi penyimpanan nilai
terbaik yang tersedia.
2.3 Pembahasaan
A. Sistem Moneter
Yang
termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut
menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem
moneter adalah otoritas moneter yaitu Bank Indonesia dan bank-bank pencipta
uang giral. Oleh karena itu sistem perbankan merupakan bagian integral dari
suatu sistem moneter.
Otoritas
Moneter, Pemerintah dan Bank Sentral/Bank Indonesia bertanggung jawab
menciptakan dan menawarkan uang primer berupa uang kartal (kertas dan logam)
bagi masyarakat umum dan bank reserves bagi perbankan dan lembaga
keuangan lainnya. Sedangkan perbankan dan lembaga keuangan lainnya berdasarkan
uang primer yang dimiliki menciptakan uang sekunder dalam bentuk giral, seperti
giro (demand deposits), deposito berjangka (time deposits),
tabungan (saving deposits), dan uang sekunder lainnya. Mereka yang
terlibat dalam penciptaan dan penawaran uang beredar merupakan satu kesatuan
dalam suatu sistem moneter.
Uang-uang yang ditawarkan melalui monetary system digunakan
oleh masyarakat, baik pengusaha maupun masyarakat biasa untuk keperluan
konsumsi dan produksinya. Penciptaan uang bukan semata-mata kehendak otoritas
moneter (Bank Indonesia), melainkan juga harus ada permintaan dari masyarakat
sehingga jumlah uang beredar harus memenuhi tuntutan mekanisme pasar yaitu
pertemuan antara permintaan dan penawaran.
B. Pengendalian Moneter
Jumlah
uang beredar, baik dalam standar barang (commodity standard) maupun standar
kepercayaan (fiat standard) tidak boleh terlalu berlebihan atau kurang.
Kontrol jumlah uang beredar perlu dilakukan untuk menciptakan iklim yang baik
bagi stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi, serta kontrol terhadap kegiatan
kredit.
Kontribusi
kebijakan moneter terhadap stabilitas harga sangat penting artinya untuk
mengurangi/menekan tingkat inflasi. Pertumbuhan jumlah uang yang beredar
sebaiknya mengikuti pertumbuhan ekonomi, sehingga secara tidak langsung dapat
menekan tingkat pengangguran. Bank Sentral selaku pelaksana kebijakan moneter,
menjalankan kebijakannya yang bersifat kuantitatif (quantitative control
policy) dan kualitatif (qualitative control policy).
Instrumen-instrumen
yang biasa digunakan dalam menjalankan kebijakan kuantitatif adalah Pengaturan
Tingkat Bunga dan Tingkat Diskonto (rediscount rate policy), Pengatuan
Operasi Pasar Terbuka (open market operation), dan Pengaturan Tingkat
Cadangan Minimal dan Tingkat Kelebihan Cadangan (reserves requirement policy).
Dalam melaksanakan kebijakan kualitatif pemerintah mengadakan pendekatan
langsung (direct approach) kepada bank-bank umum, dengan turut mengawasi
kebijakan bank-bank umum dalam memberikan pinjaman kepada para nasabahnya
secara selektif.
C. Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia
Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia
menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting
Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak
Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan
uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter.
Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan
sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai
sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai
sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking,
artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melalui
evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran
inflasi yang telah dicanangkan.
Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh
transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara
operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh
penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi
suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit
perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output dan
inflasi.
D. Persaingan Global dan Krisis Moneter
Sebagai antisipasi terhadap persaingan global sejalan dengan era
perdagangan bebas, dunia perbankan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan
yang berlaku secara internasional. Dalam hubungan ini telah dikeluarkan SE BI
No. 23/11/BPPP tanggal 28 Februari 1991, yang antara lain menyatakan bahwa kewajiban
penyertaan modal minimum tertentu terhadap aktiva tertimbang menurut resiko
sesuai dengan standar Bank for International Settlements (BIS) sebesar 8 %.
Namun apabila terdapat faktor lain yang menambah resiko, maka perlu penyertaan
modal minimum lebih dari 8 %.
Sebagai akibat adanya krisis moneter dan diikuti dengan krisis
ekonomi, hampir semua bank mempunyai masalah, seperti kredit macet, diragukan,
dan kurang lancer. Karena itu, persyaratan modal minimum ditingkatkan lagi
untuk terciptanya system perbankan yang sehat sesuai dengan PP No. 38/1998, 9
Maret 1998. Modal disetor untuk mendirikan BU adalah Rp. 3 trilyun. BU yang
telah berdiri wajib menyesuaikan modal setornya menjadi Rp. 1 trilyun pada
akhir tahun 1998, Rp. 2 trilyun pada akhir tahun 2000, dan Rp. 3 trilyun pada
akhir tahun 2003.
Kondisi perbankan yang mulai tidak sehat ini menyebabkan pemerintah dan BI
terpaksa mengambil kebijakan melikuidasi 16 bank umum swasta terhitung mulai 1
November 1997. Selang beberapa waktu kemudian, yaitu mulai 4 April 1998,
pemerintah menghentikan operasi tujuh bank swasta nasional (biasa disebut Bank
Beku Operasi atau BBO). Pada tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah membekukan lagi
tiga buah bank, sehingga statusnya menjadi BBO.
Proses penyehatan terus dilakukan, pada tanggal
13 Maret 1999 kembali pemerintah melikuidasi 38 buah bank swasta nasional,
ditambah dengan 7 buah bank diambil-alih pemerintah, dan 9 bank harus mengikuti
program rekapitulasi. Sampai pada akhirya UU No. 13/1968 diganti dengan UU No.
23/1999. Namun demikian segala peraturan perundang-undangan sepanjang belum
diperbaharui dan tidak bertentangan dengan undang-undang ini masih tetap
berlaku.
Sebagai otoritas moneter untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia bersifat
independen. Dengan demikian pihak mana pun termasuk eksekutif, tidak lagi boleh
ikut campur tangan atau intervensi. Bahkan Bank Indonesia wajib menolak atau
mengabaikan campur tangan itu. Dalam bagan ini tidak tampak “pemerintah”,
berbeda dengan bagan sebelumnya. Itu tidak berarti bahwa sama sekali tidak ada
hubungan.
Hubungan itu tampak dalam:
(1) BI adalah pemegang kas pemerintah;
(2) BI
untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri,
menatausahakannya, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan
pemerintah terhadap luar negeri;
(3) pemerintah wajin
meminta pendapat BI dalam siding cabinet yang membahas masalah ekonomi,
perbankan, dan keuangan yang berkaitan dengan tugas BI;
(4) BI memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
mengenai APBN serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang BI;
(5) dalam hal pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, pemerintah
wajib berkonsultasi dengan BI; (6) BI dapat membantu penerbitan surat-surat
utang negara, tetapi BI dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang
negara, kecuali di pasar sekunder.
E. Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi agar dapat
berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan
harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu;
1. Kebijakan moneter
Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan
dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan Moneter Kontraktif
/ Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan
dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan
uang ketat (tight money policu).
Kebijakan
moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas moneter yang
terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter, dan kestabilan nilai uang,
mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan
kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Jadi dapat disimpulkan dari
pengertian di atas bahwa kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan
bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan moneter (uang beredar, suku bunga,
kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu.
Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro,
maka tujuan kebijakan moneter adalah untuk membantu mencapai sasaran-sasaran
makroekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja,
stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut
merupakan tujuan/sasaran akhir kebijakan moneter (final target).
F. Fungsi Kebijakan Moneter
Dari
pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh
pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang
beredar.
Sejak
tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi untuk
mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek. Adapun kebijakan fiscal digunakan
dalam pengendalian ekonomi jangka panjang. Namun pada saat ini kebijakan
moneter merupakan kebijakan utama yang dipergunakan untuk pengendalian ekonomi
jangka pendek dan jangka panjang. Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar,
pemerintah dapat melakukan kebijakan uang ketat dan kebijakan uang longgar.
Kebijakan
Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moeneter (Bank Indonesia)
untuk mempengaruhi jumlah yang beredar dan kredit yang pada akhirnya akan
mempegaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.
Kebijakan moneter bertujuan
untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan:
1.
Kesempatan Kerja
Semakin
besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi.
Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini
berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawa
2.
Kestabilan harga
Apabila
kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat.
Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan
harga yang akan masa depan.
3. Neraca
Pembayaran Internasional
Neraca
pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu
Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering
melakukan kebijakan-kebijakan moneter.
Ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai keberhasilan dalam
pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:
· Indepensi
Bank Sentral.
Sebenarnya
tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa campur
tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang tidak
dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan fiscal.
· Fokus
terhadap sasaran.
Pengendalian
inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak dicapai
oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang bertentangan dengan
sasaran pengendalian inflasi,
misalnya
sasaran pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs.
Oleh karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan
berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.
·
Capacity to forecast inflation.
Bank
Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi secara
akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.
H. Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter di Indonesia
Kestabilan
harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa
itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan
terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama
kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan
memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah.
Apalagi
Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas menyebutkan
bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi)
dan kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan perkataan lain, sesuai dengan UU
No. 23 tahun 1999 sasaran kebijakan moneter Bank Indonesia hanya satu (single
objective), yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah.
Hal
ini berbeda dengan Undang-undang tentang Bank Sentral yang lama, yaitu UU No.
13 tahun 1968, yang menuntut Bank Indonesia untuk memenuhi beberapa sasaran
sekaligus (multiple objectives), yakni mendorong kegiatan ekonomi,
memperluas kesempatan kerja, dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yang
pencapaiannya pada hakekatnya dapat saling bertolak belakang, terutama dalam
jangka pendek.
Adapun
para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter
adalah apabila Negara tersebut:
·
Memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar
·
Mengalami inflasi yang tidak terkontrol
·
Defisit neraca pembayaran yang besar
·
Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang
·
Tingkat suku bunga yang diatas kewajaran
Jika
ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara, maka dapat dipastikan Negara
tersebut hanya menunggu waktu mengalami krisis ekonom
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem
moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral.
Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem moneter adalah otoritas
moneter yaitu Bank Indonesia dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena itu
sistem perbankan merupakan bagian integral dari suatu sistem moneter.
Kebijakan
moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi agar dapat
berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan
harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengertian
kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Bank
Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar.
3.2 Saran
Sistem
dan kebijakan moneter yang baik akan dapat membuat perekonomian , pembangunan ,
serta arus moneter di Indonesia menjadi lebih baik pula. Maka itu, lembaga
keuangan harus paham mengenai kebijakan kebijakan moneter yang ada di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih,
Sri. 2000. “Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia“. PT. Gramedia,
Jakarta.
Boediono,
“Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di Indonesia”,Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Juli
1998.
Sarwono,
Hartadi A., dan Perry Warjiyo, “Mencari Paradigma Baru ManajemenMoneter
dalam Sistem Nilai tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran untuk
Penerapannya
di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, BankIndonesia,
Volume 1, Nomor 1, Juli 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar