Senin, 24 Juli 2017

MAKALAH EKONOMI MAKRO “SISTEM MONETER”



Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul:
“ SISTEM MONETER ”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan karya tulis ini.
            Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya tulis ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan karya tulis ini.
            Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.



Batam, ………………
                                              
                                                                                                           Penulis



                         





BAB I

PENDAHULUAN

Pada saat kita berbicara tentang moneter maka masalah utama yang sering kita bicarakan adalah berkaitan dengan uang. Setiap negara mempunyai mata uang sendiri dan mata uang itu menunjukkan nilai barangnya. Begitu juga dengan sistem moneter internasional ini mengacu pada institusi-institusi dimana pembayaran atas transaksi lintas negara dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaiman kurs tukar asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar.
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku untuk semua negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas negara. Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar.
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke sistem yang lain diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Sampai saat ini pun sistem moneter internasional masih menjadi perhatian semua negara dan masih ingin merubah sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal. Untuk itu penulis akan membahas terkait dengan “Sistem Moneter Internasional”.


1.   Apa yang dimaksud dengan sistem moneter ?
2.   Bagaimana bentuk pengendalian moneter ?
3.   Bagaimana bentuk kerangka kebijakan moneter di Indonesia ?
4.   Bagaimana persaingan global dan krisis moneter ?
5.   Apa pengertian kebijakan moneter ?
6.   Apa fungsi dari kebijakan moneter ?
7.   Apa tujuan dari kebijakan moneter ?
8.   Bagaimana Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter di Indonesia ? 

1.3  Manfaat Penulis 
Manfaat penulisan dalam penulisan makaalah ini adalah :
a.       Untuk mengetahui pengertian sistem moneter.
b.      Untuk mengetahui bentuk pengendalian moneter.
c.       Untuk mengetahui bentuk kerangka kebijakan moneter di Indonesia.
d.      Untuk mengetahui persaingan global dan krisis moneter.
e.       Untuk mengetahui pengertian kebijakan moneter.
f.       Untuk mengetahui fungsi kebijakan moneter.
g.      Untuk mengetahui tujuan kebijakan moneter.
h.      Untuk mengetahui pemulihan ekonomi melalui kebijakan moneter di Indonesia.





BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teori

Rentang masa pada tahun 1945 – 1949, dimana Indonesia baru saja memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda merupakan masa teramat buruknya kondisi perekonomian yang dialami. Meskipun Belanda saat itu telah mengakui secara de jure kedaulatan Republik Indonesia, tetapi usaha-usaha mengontrol dan mengintervensi ekonomi Indonesia masih menjadi tujuan strategis mereka ketika berada di wilayah kedaulatan. Ini terbukti dari langkah-langkah mereka dalam menguasai sebagian wilayah Indonesia dan Indonesia beberapa kali mengalami pergantian penguasa dan pusat Negara (Ibukota) yang disebabkan penculikan yang dilakukan kepada penguasa saat itu (Soekarno).
Selama masa itu (1945 – 1949) perkembangan perekonomian Indonesia amat sangat menyedihkan. Seluruh indikator makro ekonomi dengan tiada kecualinya dengan jelas bahwa kondisi jatuhnya ekonomi teramat dalam. Penurunan produksi yang penyebab utamanya adalah hancurnya faktor-faktor produksi akibat perang. Deficit neraca perdagangan terjadi beberapa tahun, deficit anggaran belanja Republik Indonesia dan Pemerintahan Hindia Belanda (pemeintahan buatan Belanda yang dibentuk di Indonesia) juga terjadi karena sebagian besar dipergunakan untuk bidang militer yang masing-masing kepentingannya untuk berperang diantara keduanya.
Sehingga saat itu penambahan volume peradaran uang yang berlebihan akibat pencetakan yang dilakukan oleh pemerintah menyebabkan excess demand (permintaan berelebih) dari jumlah penawaran yang tetap dan terjadi inflasi yang sangat tinggi.
Data saat itu menunjukkan bahwa volume peredaran uang telah mencapai Rp. 6 miliar untuk wilayah yang dikuasai Indonesia, sedangkan pada wilayah penguasaan Belanda jumlahnya mencapai Rp. 3,7 miliar (tahun 1949).
Pada tahun yang sama terdapat berbagai jenis mata uang yang beradar dalam masyarakat yang berbeda-beda nilai tukarnya mengakibatkan situasi moneter menjadi teramat kacau (chaos) dan membigungkan. Kebijakan-kebijakan keuangan Negara di daerah tidak banyak perbedaan dengan kebijakan daerah pendudukan Belanda. Anggaran belanja kedua pemerintahan terus-menerus deficit hanya untuk memenuhi kebutuhan perang dengan tanpa memperbaiki kondisi perekonomian yang saat itu inflasi terlampau tinggi. Kendati demikian, pada tahun itu, Amerika Serikat dalam rangka melaksanakan program ‘Marshal Plan’ telah bersedia menyediakan dana bagi negara-negara eropa untuk membantu memulihkan perkonomiannya. Nah, karena Indonesia merupakan ‘dependent territory’ dari Belanda (Nederland), maka berhak menerima baik langsung atau pada kondisi tertentu. Yang menjadi syarat pemberian bantuan tersebut adalah bahwa nilai lawan dalam mata uang Indonesia (pendudukan Belanda) harus disetor ke dalam sebuah rekening ‘E.C.A. Counterpart Fund’, yang mulai diberlakukan untuk tujuan selektif. Akibat hal itu, lalu lintas pembayaran antara Indonesia dengan luar negeri berlangsung di bawah suatu ‘rezim devisa’, yang telah diberlakukan pada pertengahan 1940.
Pangkal pokoknya dari ‘rezim devisa’ tersebut adalah bahwa devisa dan emas pada prinsipnya hanya diperkenankan dimiliki oleh negara. Dampak selanjutnya adalah valuta asing yang telah diperoleh dari hasil ekspor harus diserahkan kepada dana devisa.
Ekonomi moneter daerah kekuasaan Indonesia dengan secara langsung mengalami keadaan yang pasif, dimana hanya mampu memberikan akomodasi kepada keperluan-keperluan polotik dan militer serta mengusahakan jaminal yang sangat minimal untuk kehidupan rakyat.

2.2 Studi Kasus

Kemanakah Semua Uang Tunai Itu?
Satu teka-teki yang membingungkan mengenai persediaan uang dalam sistem perekonomian AS adalah tentang jumlah uang. Pada 2001, ada sekitar $580 miliar uang yang beredar. Untuk menempatkan angka ini ke dalam perspektif, kita dapat membaginya dengan 212 juta, jumlah orang dewasa (berusia 16 tahun ke atas) di Amerika Serikat. Perhitungan ini menyimpulkan bahwa rata-rata orang dewasa di AS memegang uang $2.734.
kebanyakan orang terkejut mengetahui bahwa perekonomian AS memiliki banyak uang yang beredar karena mereka memegang lebih sedikit uang dalam dompet mereka. Siapa yang memegang semua uang tersebut? Tidak ada yang mengetahui dengan pasti, namun ada dua penjelasan yang masuk akal.
Penjelasan peratama adalah bahwa kebanyakan uang di luar negeri. Di negara-negara asing tanpa sistem moneter yang stabil, orang-orang lebih memilih untuk menggunakan dolar AS untuk saet donestik. Kenyataan, tidak aneh untuk  melihat dolar AS digunakan di luarnegeri sebagai alat tukar, satuan hitung, dan menyimpan nilai.
Penjelasaan kedua adalah bahwa banyak uang yang di pegang oleh bandar narkoba, penggelap pajak, dan perilaku kriminal lainnya. Bagi kebanyakan orang yang ada dalam perekonomian AS, uang bukanlah cara yang bagus untuk memperoleh kesejahteraan. Bukan saja karena uang dapat hilang atau di curi, tetapi uang juga tidak mendatangkan bunga, sedangkan tabungan di bank dapat berbunga. Oleh karena itu, kebanyakan orang memegang uang dalam jumlah yang sedikit. Sebaliknya, pas kriminal mungkin menghindari untuk menyimpan kekayaan mereka di bank karena tabungan di bank karena tabungan memungkinkan polisi untuk melacak transaksi ilegal mereka. Bagi para kriminal, uang mungkin menjadi penyimpanan nilai terbaik yang tersedia.

2.3 Pembahasaan

A. Sistem Moneter

Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem moneter adalah otoritas moneter yaitu Bank Indonesia dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena itu sistem perbankan merupakan bagian integral dari suatu sistem moneter.
Otoritas Moneter, Pemerintah dan Bank Sentral/Bank Indonesia bertanggung jawab menciptakan dan menawarkan uang primer berupa uang kartal (kertas dan logam) bagi masyarakat umum dan bank reserves bagi perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Sedangkan perbankan dan lembaga keuangan lainnya berdasarkan uang primer yang dimiliki menciptakan uang sekunder dalam bentuk giral, seperti giro (demand deposits), deposito berjangka (time deposits), tabungan (saving deposits), dan uang sekunder lainnya. Mereka yang terlibat dalam penciptaan dan penawaran uang beredar merupakan satu kesatuan dalam suatu sistem moneter.
Uang-uang yang ditawarkan melalui monetary system digunakan oleh masyarakat, baik pengusaha maupun masyarakat biasa untuk keperluan konsumsi dan produksinya. Penciptaan uang bukan semata-mata kehendak otoritas moneter (Bank Indonesia), melainkan juga harus ada permintaan dari masyarakat sehingga jumlah uang beredar harus memenuhi tuntutan mekanisme pasar yaitu pertemuan antara permintaan dan penawaran.

B. Pengendalian Moneter

Jumlah uang beredar, baik dalam standar barang (commodity standard) maupun standar kepercayaan (fiat standard) tidak boleh terlalu berlebihan atau kurang. Kontrol jumlah uang beredar perlu dilakukan untuk menciptakan iklim yang baik bagi stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi, serta kontrol terhadap kegiatan kredit.
Kontribusi kebijakan moneter terhadap stabilitas harga sangat penting artinya untuk mengurangi/menekan tingkat inflasi. Pertumbuhan jumlah uang yang beredar sebaiknya mengikuti pertumbuhan ekonomi, sehingga secara tidak langsung dapat menekan tingkat pengangguran. Bank Sentral selaku pelaksana kebijakan moneter, menjalankan kebijakannya yang bersifat kuantitatif (quantitative control policy) dan kualitatif (qualitative control policy).
Instrumen-instrumen yang biasa digunakan dalam menjalankan kebijakan kuantitatif adalah Pengaturan Tingkat Bunga dan Tingkat Diskonto (rediscount rate policy), Pengatuan Operasi Pasar Terbuka (open market operation), dan Pengaturan Tingkat Cadangan Minimal dan Tingkat Kelebihan Cadangan (reserves requirement policy). Dalam melaksanakan kebijakan kualitatif pemerintah mengadakan pendekatan langsung (direct approach) kepada bank-bank umum, dengan turut mengawasi kebijakan bank-bank umum dalam memberikan pinjaman kepada para nasabahnya secara selektif.

C. Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia

Dalam  melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter.
Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melalui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. 
Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik.  Secara operasional,  stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan  (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan.  Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi.

 

D. Persaingan Global dan Krisis Moneter

Sebagai antisipasi terhadap persaingan global sejalan dengan era perdagangan bebas, dunia perbankan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang berlaku secara internasional. Dalam hubungan ini telah dikeluarkan SE BI No. 23/11/BPPP tanggal 28 Februari 1991, yang antara lain menyatakan bahwa kewajiban penyertaan modal minimum tertentu terhadap aktiva tertimbang menurut resiko sesuai dengan standar Bank for International Settlements (BIS) sebesar 8 %. Namun apabila terdapat faktor lain yang menambah resiko, maka perlu penyertaan modal minimum lebih dari 8 %.
Sebagai akibat adanya krisis moneter dan diikuti dengan krisis ekonomi, hampir semua bank mempunyai masalah, seperti kredit macet, diragukan, dan kurang lancer. Karena itu, persyaratan modal minimum ditingkatkan lagi untuk terciptanya system perbankan yang sehat sesuai dengan PP No. 38/1998, 9 Maret 1998. Modal disetor untuk mendirikan BU adalah Rp. 3 trilyun. BU yang telah berdiri wajib menyesuaikan modal setornya menjadi Rp. 1 trilyun pada akhir tahun 1998, Rp. 2 trilyun pada akhir tahun 2000, dan Rp. 3 trilyun pada akhir tahun 2003.
        Kondisi perbankan yang mulai tidak sehat ini menyebabkan pemerintah dan BI terpaksa mengambil kebijakan melikuidasi 16 bank umum swasta terhitung mulai 1 November 1997. Selang beberapa waktu kemudian, yaitu mulai 4 April 1998, pemerintah menghentikan operasi tujuh bank swasta nasional (biasa disebut Bank Beku Operasi atau BBO). Pada tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah membekukan lagi tiga buah bank, sehingga statusnya menjadi BBO.

Proses penyehatan terus dilakukan, pada tanggal 13 Maret 1999 kembali pemerintah melikuidasi 38 buah bank swasta nasional, ditambah dengan 7 buah bank diambil-alih pemerintah, dan 9 bank harus mengikuti program rekapitulasi. Sampai pada akhirya UU No. 13/1968 diganti dengan UU No. 23/1999. Namun demikian segala peraturan perundang-undangan sepanjang belum diperbaharui dan tidak bertentangan dengan undang-undang ini masih tetap berlaku.
Sebagai otoritas moneter untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia bersifat independen. Dengan demikian pihak mana pun termasuk eksekutif, tidak lagi boleh ikut campur tangan atau intervensi. Bahkan Bank Indonesia wajib menolak atau mengabaikan campur tangan itu. Dalam bagan ini tidak tampak “pemerintah”, berbeda dengan bagan sebelumnya. Itu tidak berarti bahwa sama sekali tidak ada hubungan.
Hubungan itu tampak dalam:
  (1)  BI adalah pemegang kas pemerintah;
  (2)  BI untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakannya, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap luar negeri;
  (3) pemerintah wajin meminta pendapat BI dalam siding cabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan, dan keuangan yang berkaitan dengan tugas BI;
(4) BI memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai APBN serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang BI; (5) dalam hal pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, pemerintah wajib berkonsultasi dengan BI; (6) BI dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara, tetapi BI dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara, kecuali di pasar sekunder.

E. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi agar dapat berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.

Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu;
1.   Kebijakan moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
2.   Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu).

      Kebijakan moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas moneter yang terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter, dan kestabilan nilai uang, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Jadi dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu.
Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka tujuan kebijakan moneter adalah untuk membantu mencapai sasaran-sasaran makroekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan tujuan/sasaran akhir kebijakan moneter (final target).

F.  Fungsi Kebijakan Moneter

Dari pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar.
Sejak tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi untuk mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek. Adapun kebijakan fiscal digunakan dalam pengendalian ekonomi jangka panjang. Namun pada saat ini kebijakan moneter merupakan kebijakan utama yang dipergunakan untuk pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan kebijakan uang ketat dan kebijakan uang longgar.

Kebijakan Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moeneter (Bank Indonesia) untuk mempengaruhi jumlah yang beredar dan kredit yang pada akhirnya akan mempegaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.
Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan:
1.  Kesempatan Kerja
Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawa
2.      Kestabilan harga
Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang akan masa depan.
3.   Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter.

               Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:
·  Indepensi Bank Sentral.
Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa campur tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan fiscal.

·  Fokus terhadap sasaran.
Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak dicapai oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang bertentangan dengan sasaran pengendalian inflasi,
misalnya sasaran pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.

· Capacity to forecast inflation.
Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi secara akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.

   

H.    Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter di Indonesia

Kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah.
Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan perkataan lain, sesuai dengan UU No. 23 tahun 1999 sasaran kebijakan moneter Bank Indonesia hanya satu (single objective), yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah.
Hal ini berbeda dengan Undang-undang tentang Bank Sentral yang lama, yaitu UU No. 13 tahun 1968, yang menuntut Bank Indonesia untuk memenuhi beberapa sasaran sekaligus (multiple objectives), yakni mendorong kegiatan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yang pencapaiannya pada hakekatnya dapat saling bertolak belakang, terutama dalam jangka pendek.          
Adapun para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter adalah apabila Negara tersebut:
·      Memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar
·      Mengalami inflasi yang tidak terkontrol
·      Defisit neraca pembayaran yang besar
·      Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang
·      Tingkat suku bunga yang diatas kewajaran

Jika ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara, maka dapat dipastikan Negara tersebut hanya menunggu waktu mengalami krisis ekonom




BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem moneter adalah otoritas moneter yaitu Bank Indonesia dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena itu sistem perbankan merupakan bagian integral dari suatu sistem moneter.
Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi agar dapat berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar.

 

3.2 Saran

Sistem dan kebijakan moneter yang baik akan dapat membuat perekonomian , pembangunan , serta arus moneter di Indonesia menjadi lebih baik pula. Maka itu, lembaga keuangan harus paham mengenai kebijakan kebijakan moneter yang ada di Indonesia.





DAFTAR PUSTAKA


Adiningsih, Sri. 2000. “Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia“. PT. Gramedia, Jakarta.

Boediono, “Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di Indonesia”,Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Juli 1998.

Sarwono, Hartadi A., dan Perry Warjiyo, “Mencari Paradigma Baru ManajemenMoneter dalam Sistem Nilai tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran untuk

Penerapannya di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, BankIndonesia, Volume 1, Nomor 1, Juli 1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post

Disqus Shortname

Comments system